Senin, 08 Oktober 2012

Dari Rindu ke Melodi Harimau

IDE MELODI
     Pagi itu saya bangun dengan rasa hampa.  Keponakan saya, cucu Ibu saya semata wayang masih berada di seberang lautan, menyertai orang tuanya dalam sebuah perjalanan.  Sementara itu, tiga keponakan yang lain dari pihak suami, akan segera mengakhiri liburannya di Jakarta, pulang ke Semarang.
     Maka tak heran jika sepanjang perjalanan ke Gambir, tawa saya sumir.  Saat tiga pemuda kecil asal kota lumpia itu berpamitan, setengah mati saya menyembunyikan kesedihan.  Dan setiba di kantor, hati saya makin getir.  Sekuat tenaga saya berusaha menyelesaikan target menulis hari itu, tapi otak seperti tak mau diajak kompromi.


EKSEKUSI
     Kegalauan yang norak itu membuat mengeluarkan pianika bocor saya dari tempat persembunyiannya.  Sementara yang lain pergi makan siang, saya sembunyi di sudut sepi yang gelap dan tak terlihat, mulai meniupkan nada-nada sepi, sambil terus menatap waspada ke arah pintu.  Dan jadilah kalimat-kalimat melodi yang berantakan dan tidak jelas.  Syukurlah hari itu di auditorium sebuah acara baru saja berakhir.  Dengan senyum magis ala tukang kredit, saya berkata memelas pada petugas yang sedang membereskan tempat, "Pak, boleh pake piano, sebentaaar aja?"
     Seperti dugaan saya, mereka manggut-manggut ramah dan membalas senyum saya.  Maka saya habiskan waktu istirahat siang di sana.
     Saya beruntung karena piano di auditorium LIA Pengadegan menghadap ke tembok, sehingga siapa pun yang lewat dan melihat saya, lurah Zimbabwe sekalipun, tak akan mengganggu saya.  Saya luapkan semua kesedihan dan kerinduan di atas tuts tanpa tedeng aling-aling.  Dan saya bersyukur karena para petugas yang  sedang sibuk bekerja tak satu pun yang peduli pada bendungan yang bobol di wajah saya.  Indahnya hidup ini...
     Saya meninggalkan auditorium dengan lega karena gumpalan rasa yang menyesaki hati sudah menjelma notasi.  Selanjutnya saya kembali ke meja kerja dan melanjutkan pekerjaan dengan sangat lancar.

IDE LIRIK
     Beberapa hari kemudian, saya mendapat buku gratis dari seorang teman yang baru saja merilis cergam anak yang karakternya bernama Lika, seekor harimau albino dari Batukaru.  Maka mengalirlah proses penulisan liriknya, dan saya buang semua lirik awal, yang berisi ratapan pribadi itu, hehehe...  Tidak perlu penasaran dengan lirik awal itu, karena saya sendiri pun sudah lupa sekarang.  Itu hanya kegalauan sesaat :)
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar